Kotak Surat, Riwayatmu Kini

Kompasianer menilai inspiratif



http://www.karimatafm.com

DISETIAP penjuru mata angin Yogyakarta ada sebaris kata bertulis R.I.P [rest in peace] dibagian depan sebuah kotak orange. tiga huruf kapital itu ditulis berwarna hitam diatas cat putih sedikit embos. letaknya yang ditepi jalan membuat kotak orange bertuliskan R.I.P itu selalu memancing banyak mata.

itulah kotak bis surat yang kini menjadi pajangan ditepi-tepi jalan. kotak berwarna terang itu seakan-akan menjadi pajangan dan produk masa lalu ketika bis surat menjadi media berkomunikasi. kini, bis-bis atau kotak surat ditepi jalan itu, seperti halnya batu-batu nisan dipekuburan (tribunjogja/26/2/2012) yang hanya sebagai penanda (masa silam).

disini tentu melukiskan sebuah ekspresi sinisme atas per-pos-an kita. dimana teknologi informatika menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang lama. berkirim surat dengan tulisan tangan atau ketikan kemudian memasukkannya dalam kotak. kini dengan teknlogi informasi menghilangkan peran-peran bis surat.fungsinya digantikan oleh gadget modern, dengan hanya beberapa klik atau tekan jari semua bisa terkirim terasa instan. tanpa menunggu beberapa hari pula.

masalah ini tidak hanya masalah per-pos-an di Indonesia saja, di luar negeri juga mengalami nasib yang sama, seperti yang dilansir Tribun Yogya dengan mencontoh Australia, namun ada tawaran solusi dari pemerintahnya yang mencoba memecahkan masalah tersebut dengan menggalakkan Pencil dan Paper (PnP) sebagai jalan keluar atas penurunan minat warga Australia menulis surat.

ironisnya kemudian PT.Pos seakan tidak punya cara lagi menghidupkan kotak surat sebagai bagian sejarah per-pos-an, misalnya lomba menulis surat misalnya atau menghidupkan tradisi menulis surat bagi kalangan anak muda seperti “sahabat Pena” dan lain sebagainya. persoalan ini mungkin sepele namun berarti menghidupkan tradisi menulis dan berkorespondensi atau bisa dijadikan wisata budaya/sejarah bagi pos Indonesia.

kondisi sekarang, PT. Pos pun memilih pragmatis dengan banyaknya melayani pengiriman logistik. tentu ini dilakukan sebagai akibat logika permintaan dan penawaran.

jika dulu untuk mengutarakan kerinduan atau berbalas pesan, seseorang harus mengirim surat dan menunggu berhari-hari (kenikmatan menunggu disitu letaknya dalam berkirim surat) kini dengan hanya beberapa kali menekan tombol pesan akan langsung terkirim. tentu pengaruh psikologis dalam menulis surat berbeda dengan menulis di handphone atau e-mail. menulis surat (baca: tulisan tangan) mencurahkan segala energi untuk menulis sebaik, seindah dan sepuitis mungkin membutuhkan energi yang banyak.

tapi apalah daya, bis surat di pinggir-pinggir jalan hanya penanda masa silam tidak kuat melawan arus deras kemajuan teknologi yang terus berlari tunggang langgang (runway world). dan menulis pesan pun direduksi dengan kemajuan teknologi. dan kini untuk bisa melihat masa romantisme mengirim surat, agaknya tidak sulit menemukannya. Ya, kotak orange itu!

kapan terakhir kita mengirim surat melalui pos?



Patta Hindi


Lahir di Sulawesi Selatan, tapi tumbuh kembang di Kendari Sulawesi Tenggara. sedang menimba ilmu minat Sosiologi Pascasarjana UGM Yogyakarta. memiliki blog http://lumbungpadi.blogspot.com/ 


Category Article

Related Post